19 August 2025

Ada Apa di Gunung Padang?


 

gun
bukit pasir bogor 

Gunung Padang, sebuah situs megalitik yang terletak di Jawa Barat, Indonesia, selalu menjadi magnet bagi para peneliti, arkeolog, dan penggiat sejarah. Namun, seiring dengan eksistensinya yang semakin dikenal luas, situs ini juga menyimpan kontroversi yang tak pernah usai. Dari klaim sebagai piramida tertua di dunia hingga perdebatan soal hasil penelitian, Gunung Padang bagaikan sebuah teka-teki masa lalu yang menantang pengetahuan kita tentang peradaban manusia. 

Awal Mula Ketertarikan pada Gunung Padang
Gunung Padang dikenal sebagai sebuah situs yang dihiasi oleh susunan batu besar yang tersusun rapi. Keunikan dari susunan batu ini memunculkan dugaan bahwa Gunung Padang bukan sekadar sebuah bukit biasa, melainkan sebuah peninggalan manusia purba yang memiliki nilai sejarah luar biasa.

Penemuan situs ini oleh beberapa peneliti lokal dan internasional pada tahun 2013 menjadi titik awal munculnya berbagai klaim kontroversial. Beberapa ahli bahkan mengatakan bahwa Gunung Padang adalah piramida tertua di dunia yang berusia lebih dari 20 ribu tahun, jauh lebih tua dibandingkan piramida Mesir yang selama ini dianggap sebagai piramida tertua.

Kontroversi Seputar Piramida Tertua di Gunung Padang
Klaim bahwa Gunung Padang adalah “piramida tertua di dunia” memunculkan perdebatan sengit di kalangan komunitas ilmiah dan peneliti arkeologi. Sebagian peneliti melihat hal ini sebagai temuan revolusioner yang dapat mengubah pemahaman kita mengenai sejarah peradaban manusia di Indonesia.

Namun, banyak pula yang meragukan klaim tersebut. Mereka berargumen bahwa penelitian yang dilakukan belum cukup lengkap dan secara metodologi masih perlu ditinjau ulang. Beberapa kritik menyebut klaim tersebut sebagai “berlebihan” dan dianggap lebih sebagai upaya menarik perhatian publik. Dalam artikel di Tempo, bahkan dijelaskan bahwa ada perbedaan signifikan dalam interpretasi hasil penelitian yang dipublikasikan.

Dalam perkembangannya kemudian, Tim Peneliti Gunung Padang mengalihkan fokus mereka ke Bukit Pasir Pogor, yang juga menampilkan susunan balok batu serupa. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian terkait situs ini masih berkembang dan belum final.

Pendapat Peneliti
Peneliti yang mempelajari Gunung Padang membagi pandangan mereka menjadi dua kubu besar. Kubu pertama mendukung teori piramida tertua dan menilai situs ini adalah bukti adanya peradaban maju yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Kubu kedua justru menekankan perlunya analisis dan pengumpulan data lebih mendalam dengan menggunakan teknologi modern yang lebih akurat.

Beberapa alat dan metode penelitian terbaru, seperti pencitraan bawah tanah dan pengukuran karbon radioaktif, telah digunakan untuk menggali rahasia Gunung Padang. Namun, temuan dari metode ini masih terus dianalisis dan belum mencapai konsensus.

Tim Peneliti Gunung Padang terus melakukan kajian untuk memastikan usia dan fungsi sebenarnya dari situs ini. Mereka belum menolak kemungkinan bahwa Gunung Padang adalah situs kompleks yang melibatkan aktivitas manusia jauh lebih awal dari yang selama ini diduga.

Kontroversial
Kontroversi Gunung Padang tidak bisa dilepaskan dari berbagai faktor, antara lain:
  • Keunikan Struktur: Susunan batu besar yang terlihat seperti piramida membuat Gunung Padang sangat berbeda dengan situs megalitik lainnya di Indonesia.
  • Klaim Usia yang Fantastis: Usia yang diperkirakan sangat tua bertentangan dengan teori arkeologi konvensional.
  • Perbedaan Metodologi Penelitian: Metode yang dipakai oleh peneliti berbeda-beda sehingga menghasilkan interpretasi yang bervariasi.
  • Pengaruh Media dan Publikasi: Berita dan artikel yang beredar sering kali membawa sudut pandang sensasional, sehingga menimbulkan persepsi yang kurang akurat di masyarakat umum.

Peradaban Manusia Indonesia
Terlepas dari kontroversi yang ada, Gunung Padang tetap menjadi aset budaya dan sejarah yang sangat penting bagi Indonesia. Situs ini memberikan gambaran bahwa nenek moyang bangsa kita sudah memiliki kemampuan membangun struktur besar dan kompleks jauh sebelum masa-masa dikenal dalam buku sejarah.

Gunung Padang juga menjadi simbol kebanggaan nasional sekaligus tantangan bagi para peneliti dan ahli sejarah untuk terus menggali dan melestarikan warisan leluhur.

Piramida tertua di Gunung Padang bukan hanya soal klaim bertaraf internasional, tapi juga soal bagaimana bangsa Indonesia memandang sejarahnya sendiri. Peneliti terus bekerja tanpa henti demi memecahkan misteri ini, dan kita sebagai masyarakat harus mendukung mereka dengan cara menerima berbagai pendapat dan menahan diri dari menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.

sumber bacaan: republika-kontroversialdetiktemporepublika-bogortempo-X
 
Update 21 Agustus 2025

Tiga Fakta Penting (18 Agustus 2025)
Tim peneliti menemukan 3 temuan penting terkait situs Gunung Padang. Pertama, Asal Usul Batuan Gunung Padang: Tim peneliti mendapati adanya gunung batu yang diduga merupakan sumber atau asal muasal dari bebatuan di situs yang usianya lebih tua dari piramida Giza di Mesir. Namun batuan dari gunung tersebut akan diuji di labolatorium untuk mencocokan materinya dengan bebatuan di situs. Kedua, Struktur Undakan di Gunung Padang: hasil pengamatan seksama pemandangan di sekitarnya ketika menaiki tangga menuju teras utama Gunung Padang. Ketika di pertengahan tangga, melihat struktur unik di antara pepohonan yang tumbuh di samping tangga. Dari hasil pengamatan itu terlihat pepohonan tersebut tumbuh di tanah datar di sela struktur undakan di luar teras utama. Ketiga, Pilar Penyangga Ruang Bawah Tanah Gunung Padang: Sejumlah bantuan dengan posisi berdiri tegak ditemukan di sejumlah titik di Situs Gunung Padang. Namun peneliti mendapati jika sekitar empat bebatuan memiliki ukuran yang cukup panjang dan tertanam dalam ke bawah tanah.

sumber: detik


Situs Nan Madol (19 Agustus 2025)
Di Indonesia sejauh ini baru Situs Gunung Padang yang dibangun dengan amat masif. Namun di Kepulauan Pasifik, Micronesia, di belakang Pulau Papua-Papua New Guinea, ada situs yang dibangun dengan konstruksi serupa. Nama situs itu adalah Situs Nan Madol. Situs ini sudah masuk ke dalam kategori UNESCO World Heritage.

sumber: republika
 

18 August 2025

QRIS Melebar ke Mancanegara


 

man
qris di mancanegara

Di era digital saat ini, metode pembayaran terus berkembang dengan cepat. Salah satu inovasi pembayaran digital yang menarik perhatian adalah QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Awalnya hadir sebagai standar pembayaran digital di dalam negeri, QRIS kini melebar ke mancanegara dan mulai merambah zona internasional. Fenomena ini tentu membawa banyak manfaat sekaligus kritik, terutama dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat.

Apa Itu QRIS ?
QRIS adalah standar kode QR yang dibuat oleh Bank Indonesia sebagai alat memudahkan transaksi pembayaran digital di Indonesia. Dengan QRIS, semua pembayaran menggunakan kode QR dari berbagai penyedia layanan (e-wallet, bank, fintech) bisa dilakukan lewat satu sistem yang terpadu. Ini menghilangkan kerumitan harus menggunakan banyak aplikasi dan kode QR berbeda untuk setiap layanan. 

QRIS mempermudah masyarakat bertransaksi, mendukung inklusi keuangan, dan memasukkan lebih banyak sektor ke dalam ekonomi digital. Karena kepraktisan dan integrasinya, QRIS menjadi penting yaitu dalam beberapa tahun terakhir QRIS berhasil menggeser menjadi cara pembayaran tunai menjadi non-tunai maupun nontunai yang terstandardisasi.

Negara yang Sudah Bisa Melayani QRIS
Salah satu berita terbaru yang menarik dari CNBC Indonesia menyebutkan bahwa QRIS kini sudah diterima di beberapa negara. Artinya, wisatawan Indonesia yang berkunjung ke negara-negara tersebut bisa menggunakan QRIS untuk melakukan pembayaran, tanpa harus menukar uang tunai atau menggunakan kartu kredit.

Negara-negara yang kini sudah mendukung pembayaran QRIS antara lain Singapura, Malaysia, Thailand, dan beberapa negara lain di Asia Tenggara. Ini tentu menjadi pintu gerbang besar bagi ekspansi QRIS di tingkat global. Dengan hadir di luar negeri, QRIS menjadi satu-satunya sistem pembayaran digital asli Indonesia yang menembus pasar internasional.

QRIS Memiliki Kekuatan Powerful di Dunia Pembayaran Digital
Menurut laporan CNBC Research, kehadiran QRIS memiliki bukti nyata sebagai sistem pembayaran yang powerful. Apa yang membuatnya kuat? Ada beberapa faktor:

1. Standardisasi dan Interoperabilitas: QRIS menggabungkan berbagai penyedia pembayaran dalam satu kode QR, membuatnya mudah digunakan di banyak lokasi dan oleh banyak penyedia jasa keuangan.

2. Biaya Rendah dan Efisiensi Transaksi: Bagi pedagang, QRIS menawarkan biaya transaksi yang relatif rendah dibandingkan kartu kredit dan debit internasional. Sebaliknya bagi konsumen, transaksi bisa dilakukan cepat dan tanpa perlu membawa uang tunai.

3. Pengaruh Ekonomi dan Diplomasi Digital: QRIS menjadi simbol kemajuan teknologi keuangan Indonesia yang sudah diakui secara regional. Ini meningkatkan posisi Indonesia sebagai pemain digital fintech yang kuat di kawasan Asia Tenggara.

4. Kemudahan Adoptasi: QRIS digunakan oleh jutaan pelaku UMKM di dalam negeri dan mulai diperkenalkan di luar negeri, memudahkan adaptasi dan pengembangan ekosistem digital payment.

Kritik dan Reaksi dari Amerika Serikat
Walaupun QRIS dipuji sebagai inovasi keuangan yang powerful dan mulai mendunia, Amerika Serikat mengeluarkan kritik keras terkait kebangkitan sistem pembayaran asal Indonesia ini. Dari laporan Metro TV News, ada kajian bahwa AS memandang keberadaan QRIS dan juga sistem pembayaran nasional lain seperti GPN berpotensi mengurangi dominasi perusahaan-perusahaan teknologi pembayaran berbasis AS, seperti Visa, Mastercard, dan PayPal.

Kritik ini sebagian besar berdasar pada:

  • Isu Keamanan dan Privasi Data: AS mempertanyakan standar keamanan QRIS dan bagaimana data transaksi dipantau oleh pemerintah Indonesia.
  • Pengaruh Geopolitik: Adanya pembayaran QRIS di mancanegara dianggap berpotensi menurunkan pengaruh AS dalam sistem keuangan global.
  • Persaingan Bisnis: QRIS sebagai alat transaksi yang lebih murah dan efisien, jelas menjadi ancaman bisnis dari perusahaan-perusahaan pembayaran digital AS.

Meski kritik datang, hal ini justru menegaskan bahwa QRIS sudah menjadi kekuatan baru yang diperhitungkan dunia.

sumber berita: cnbc-negarametrotvnewscnbc-powerful

17 August 2025

Diponegoro Hero: Film AI Pertama Indonesia


 

tek
diponegoro hero

Dunia perfilman Indonesia meluncurkan Diponegoro Hero, yang  diklaim sebagai film AI pertama Indonesia. Film ini akan segera dirilis pada pertengahan Agustus 2025 ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi perkembangan teknologi kreatif tanah air, tapi juga mengusung tema sejarah dan nasionalisme yang kuat, yakni peringatan 200 tahun Perang Jawa. 

Film Pertama Berbasis AI di Indonesia
Diponegoro Hero menjadi film pertama di Indonesia yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) secara inovatif dalam proses produksi. Mulai dari pembuatan visual, animasi, hingga efek khusus, dan editing, teknologi AI ikut memberi warna baru dalam membangun cerita yang kuat dan visual yang memukau.

Penggunaan AI dalam film ini bukan sekadar gimmick teknologi, tetapi sebuah langkah maju untuk menunjukan bahwa industri kreatif Indonesia siap beradaptasi dengan teknologi mutakhir. Hal ini juga membuka peluang besar bagi sineas lokal untuk mengeksplorasi cara baru dalam bercerita dan memproduksi film yang lebih efisien tanpa meninggalkan nilai artistik.

Sejarah Perang Jawa dengan Sentuhan Teknologi Modern
Tema yang diangkat dalam film ini adalah peristiwa Perang Jawa, yang merupakan salah satu momen penting dalam sejarah nasional Indonesia di awal abad ke-19. Diponegoro, sebagai pahlawan nasional yang memimpin perlawanan rakyat Jawa melawan kolonial Belanda, dihadirkan kembali sebagai sosok inspiratif yang membakar semangat nasionalisme.

Melalui film ini, generasi muda diajak mengenal lebih dalam perjuangan dan nilai-nilai kepahlawanan yang relevan sampai sekarang. Bukan hanya sebagai tontonan, 
Diponegoro Hero diharapkan bisa menjadi pengingat akan pentingnya persatuan dan semangat juang dalam menghadapi tantangan zaman.

AI sebagai Pendukung Narasi Perang yang Lebih Kekinian
Perang Jawa adalah konflik besar dan kompleks yang melibatkan banyak pertempuran, taktik, serta unsur budaya yang kaya. Kalau biasanya film sejarah menggunakan metode konvensional yang memerlukan biaya dan waktu sangat besar, melalui AI, film ini mampu menghadirkan adegan perang dengan detail visual tinggi dengan biaya yang lebih terjangkau dan waktu produksi yang relatif singkat.

Kecerdasan buatan membantu dalam mensimulasikan gerak pasukan, pemandangan alam, hingga ekspresi wajah karakter secara realistis. Sehingga, penonton bisa merasakan intensitas perang dan suasana pada masa itu secara lebih mendalam.

Industri Film Berbasis AI 
Dari sisi industri, keberhasilan film AI pertama Indonesia ini menjadi momentum untuk mendorong kemajuan teknologi dan penerapannya dalam dunia kreatif. Produser, sutradara, dan teknisi film diharapkan semakin berani bereksperimen dengan teknologi baru agar karya-karya Indonesia semakin kompetitif di kancah internasional.

Dari sisi masyarakat, film ini diharapkan dapat menyalakan kembali api nasionalisme dan kecintaan terhadap sejarah bangsa. Seperti yang dikatakan dalam berita dari Metro TV, film 
Diponegoro Hero siap membangkitkan semangat kepahlawanan dan meningkatkan rasa bangga terhadap pahlawan kita, sekaligus mengedukasi generasi muda dengan sesuatu bergenre kekinian.

Tidak Hilangkan Sentuhan Manusia
Meskipun film ini mengandalkan kecerdasan buatan, proses kreatif tetap melibatkan sentuhan tangan manusia. Para sineas, penulis skenario, dan pengarah kreatif tetap mengawal jalan cerita dan pesan moral film agar tidak kehilangan hati dan jiwa. AI di sini berfungsi sebagai alat kolaborasi untuk meningkatkan kualitas visual dan efisiensi produksi, bukan menggantikan peran kreatif manusia.

Peluncuran Film
Diponegoro Hero mulai diputar di bioskop-bioskop seluruh Indonesia pada 14 Agustus 2025. Media dan penonton pun menaruh harapan besar agar film ini bisa membuka babak baru dalam perkembangan perfilman nasional. Dengan teknologi AI yang dikelola dengan bijak, masa depan film Indonesia bisa lebih cerah dan inovatif.

Diponegoro Hero bukan hanya sekedar film pertama yang menggunakan AI di Indonesia, tetapi juga sebuah karya yang mengangkat sejarah perang terpenting dalam negeri dengan cara yang fresh dan menarik. Film ini membuktikan bahwa teknologi dan budaya bisa berjalan berdampingan untuk menghasilkan karya yang tidak hanya menghibur dengan rasa kekinian tapi juga sekaligus mendidik dan menginspirasi.

sumber berita: metrotvnewsdetiktimesindonesia

16 August 2025

Kemenkeu Genjot Penerimaan Negara


 

buk
bukan pajak

Di tengah tantangan pandemi dan perlambatan ekonomi global, Indonesia menghadapi tekanan besar dalam menjaga stabilitas keuangan negara. Salah satu cara utama pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), untuk membiayai kebutuhan negara adalah melalui penerimaan pajak. Namun, upaya genjotan penerimaan ini tidak hanya berhenti pada pajak itu sendiri, melainkan juga strategi mendapatkan pemasukan dari sumber bukan pajak. Apa yang sebenarnya dilakukan Kemenkeu, dan bagaimana pengawasan terhadap wajib pajak nakal menjadi kunci?

Memperkuat Penerimaan Negara Bukan Pajak
Kemenkeu tengah berupaya secara intensif meningkatkan penerimaan negara dari sumber selain pajak, atau yang biasa disebut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pendapatan dari PNBP ini berasal dari berbagai sektor, seperti pengelolaan sumber daya alam, retribusi, dan layanan pemerintah lainnya. Strategi ini penting agar keuangan negara tidak bergantung sepenuhnya pada pajak, sehingga lebih stabil dan berkelanjutan.

Mengapa penting fokus pada bukan pajak?  
Penerimaan dari sektor pajak kadang rentan terhadap kondisi ekonomi. Jika aktivitas ekonomi menurun, sektor pajak juga termakan dampaknya. Dengan memperkuat penerimaan bukan pajak, pendapatan negara bisa lebih beragam. Ini juga berarti pemerintah bisa lebih fleksibel dalam mengelola belanja negara dan prioritas pengeluaran.

Wajib Pajak Nakal
Selain mengandalkan sumber bukan pajak, Kemenkeu juga menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap wajib pajak, terutama yang berperilaku nakal. Dalam catatan pemerintah, ada sekitar 2.000 wajib pajak yang dicurigai terlibat penghindaran pajak atau manipulasi data yang merugikan negara. Mereka ini ada yang melakukan pelaporan tidak benar, ada juga yang sengaja menyembunyikan penghasilan.

Pengawasan terhadap wajib pajak semacam ini bukan sekadar soal kenaikan penerimaan pajak jangka pendek, tetapi juga menjaga fairness (keadilan) di sistem perpajakan. Jika ada yang nakal, artinya wajib pajak lain yang patuh akan dirugikan karena bebannya menjadi lebih berat.

Penguatan Pengawasan dan Ekstensifikasi Pajak
Untuk menangani masalah wajib pajak nakal, pemerintah memperkuat dua hal penting: pengawasan dan ekstensifikasi pajak.
  
  • Pengawasan dimaksudkan agar wajib pajak yang berpotensi nakal dapat terdeteksi sedini mungkin. Ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital, data mining, cross-check data transaksi, dan audit yang lebih cermat.  
  • Ekstensifikasi adalah memperluas basis wajib pajak agar lebih banyak orang dan badan usaha yang taat membayar pajak, sehingga beban tidak terkonsentrasi pada kelompok tertentu.

Kemenkeu pun meningkatkan kapasitas Direktorat Jenderal Pajak secara optimal, termasuk pelatihan petugas pajak dan penerapan sistem berbasis Artificial Intelligence yang bisa memantau transaksi dan pola-pola mencurigakan.

Jangan Asal Sebut “Pajak Nakal
Masyarakat sering mendengar istilah “wajib pajak nakal” yang memang perlu ada untuk menandai perilaku penghindaran pajak. Namun, sebaiknya kita memahami bahwa pengawasan bukan untuk menghukum salah paham atau kesalahan kecil, tetapi untuk mendorong kepatuhan secara sehat. Jangan sampai kata “nakal” membuat wajib pajak yang patuh merasa cemas, karena sebenarnya tujuan pengawasan Kemenkeu adalah memperbaiki sistem dan memastikan pajak yang dibayarkan adil digunakan untuk kepentingan rakyat.


sumber berita: kompasinvestordetik

Harmoni Karya Jurnalistik Dengan AI


 

har
Jurnalis AI

Bayangkan dua penari di panggung. Satu, manusia, penuh emosi, intuisinya tajam, gerakannya terkadang spontan dan penuh cerita personal. Satunya lagi, robot, presisi sempurna, tak pernah lelah, menampilkan koreografi rumit berdasarkan jutaan data gerakan sebelumnya. 

Mana yang terbaik? 

Mungkin pertanyaannya bukan tentang siapa yang lebih-unggul, tapi bagaimana mereka bisa menari bersama menciptakan sesuatu yang baru. Kemajuan teknologi, khususnya AI, sudah memasuki panggung jurnalistik dan sastra, menimbulkan debat seru: kolaborasi atau konflik?

Jurnalisme di Ujung Tanduk?
Kemampuan teknologi terus berkembang secara terus-menerus. Dalam keseharian kita bisa merasakan kehadiran bahwa AI kini mampu:

  • Membuat Draft Cepat: Menulis berita sederhana (laporan cuaca, hasil pertandingan, laporan keuangan) dalam hitungan detik. Bayangkan AI seperti asisten super cekatan yang bisa menyusun laporan dasar, membebaskan wartawan untuk fokus pada hal yang lebih dalam.
  • Analisis Data Raksasa: Mencari pola dalam jutaan dokumen atau data sosial media yang tak mungkin diolah manusia secara manual. Ini bisa membuka liputan investigasi potensial.
  • Generasi Konten Personal: Membuat ringkasan berita sesuai minat pembaca tertentu.

Dimana ketakutan utamanya? 

Kalau AI bisa menulis, apa perlunya wartawan manusia? 
Apakah berita akan jadi hambar, tanpa jiwa, dan rentan bias karena data yang dimasukkan? 
Ini kekhawatiran nyata. 

Teknologi memang pedang bermata dua. Di tangan yang salah atau tanpa kendali, AI bisa memperburuk misinformasi, membuat deepfake berita, atau membanjiri kita, setiap hari tanpa henti, dengan konten dangkal. Secara massal dengan cara cepat dan banyak variasinya.

Bisakah AI Mengganggu Dunia Imajinasi?
Gelombang AI tak hanya menerpa jurnalisme faktual, tapi juga merambah ranah sastra, benteng imajinasi dan ekspresi manusia terdalam. 

Dengan kekuatan database, AI dapat meniru gaya penulis kelas dunia serta memproduksi puisi dan cerpen genre tertentu. Kaidah "terjemahan" di daur-ulang oleh AI sesuai dengan ragam bahasa dan vokal yang digunakan oleh seluruh umat manusia terkini. AI memberikan layanan sebagai asisten-editor super cepat dengan data super banyak.

Bentrok atau Kolaborasi?
Jadi, apakah benar terjadi bentrokan? 
Lebih tepatnya, ini adalah gesekan besar yang memaksa kita untuk beradaptasi dan menegaskan kembali nilai-nilai kemanusiaan.

  • Kecepatan vs. Kedalaman: AI juara dalam kecepatan dan volume. Manusia unggul dalam analisis mendalam, kontekstualisasi, dan menyampaikan "mengapa" di balik "apa".
  • Netralitas Semu vs. Subjektivitas Bertanggung Jawab: AI bisa tampil netral, tapi netralitasnya bergantung pada data pelatihannya yang bisa saja bias. Wartawan manusia memiliki subjektivitas, tetapi yang ideal disertai transparansi metodologi dan pertanggungjawaban etis.
  • Generasi vs. Penciptaan Asli: AI ahli menggabungkan dan memodifikasi pola yang ada (generatif). Manusia (masih) pemegang utama kemampuan untuk menciptakan ide yang benar-benar orisinal, lahir dari pengalaman unik dan imajinasi murni yang sulit dipetakan data.

Peluang Harmoni
Kemajuan teknologi, termasuk AI, dalam jurnalistik dan sastra serta berkesenian bukanlah akhir cerita, tapi babak baru yang menantang. Ancaman itu nyata, dehumanisasi melalui banjir konten dangkal, misinformasi. Namun, diberi iming-iming peluang yang luar biasa: efisiensi, aksesibilitas, dan pembebasan kreativitas manusia untuk fokus pada hal yang paling esensial.

Masa depan yang cerah bukanlah dimana AI menggantikan manusia, tapi dimana keduanya menemukan harmoni. AI sebagai alat canggih yang memperkaya ide sehingga dapat memperkuat kemampuan manusia. Wartawan menggunakan AI untuk membuka liputan yang lebih dalam dan luas. Sastrawan memanfaatkannya untuk menjelajahi bentuk ekspresi baru, sementara tetap menjadikan pengalaman dan jiwa manusia sebagai inti karyanya.

Kuncinya ada pada kita.

sumber berita : kumparankompasantara

14 August 2025

Selamat Datang Gen Alpha


 

gen
akrab teknologi

Pernahkah Anda mendengar istilah Gen Alpha
Jika belum, inilah saat yang tepat untuk mengenal generasi yang akan membentuk masa depan Indonesia dan dunia. Gen Alpha adalah sebutan untuk anak-anak yang lahir mulai tahun 2010 hingga sekitar 2025. Mereka adalah generasi pertama yang benar-benar tumbuh di era digital, di mana teknologi bukan lagi barang mewah, melainkan bagian dari kehidupan sehari-hari   .

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah Gen Alpha di Indonesia pada tahun 2020 sudah mencapai lebih dari 35 juta jiwa, atau sekitar 13% dari total penduduk. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mendekati 40 juta jiwa pada tahun 2025 . Dengan jumlah sebesar ini, memahami karakteristik dan cara mendidik Gen Alpha menjadi sangat penting, baik bagi orang tua, guru, maupun masyarakat luas.

Digital Native Sejati
Gen Alpha adalah generasi yang sejak lahir sudah akrab dengan smartphone, tablet, internet, dan media sosial. Mereka bahkan bisa mengoperasikan gadget sebelum bisa membaca lancar. Tidak heran jika mereka sangat cepat beradaptasi dengan teknologi baru, mulai dari aplikasi edukasi, game, hingga kecerdasan buatan (AI)   .

Pembelajar Visual, Video dan Interaktif
Anak-anak Gen Alpha lebih suka belajar lewat video, animasi, dan aplikasi interaktif dibandingkan metode tradisional seperti membaca buku teks atau menghafal. Mereka cenderung mudah bosan jika pembelajaran terlalu monoton. Inilah sebabnya, pembelajaran berbasis game (game-based learning) dan proyek kreatif sangat efektif untuk mereka  .

Multitasking dan Rentang Perhatian Pendek
Karena terbiasa dengan banyak stimulus digital, Gen Alpha mampu melakukan beberapa aktivitas sekaligus (multitasking). Namun, mereka juga cenderung memiliki rentang perhatian yang lebih pendek. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam proses belajar, sehingga metode pembelajaran harus dibuat lebih dinamis dan variatif  .

Lebih Mandiri
Akses informasi yang sangat luas membuat Gen Alpha lebih kreatif dan inovatif. Mereka tidak takut mencoba hal baru, bahkan banyak yang sudah bercita-cita menjadi content creator, entrepreneur, atau profesi digital lainnya sejak usia dini. Sehingga mereka bergerak lebih mandiri dalam belajar, suka bereksplorasi, dan cepat menyerap pengetahuan baru   .

Berwawasan Global dan Lebih Inklusif
Internet membuka wawasan Gen Alpha terhadap keberagaman budaya, bahasa, dan isu global. Mereka cenderung lebih inklusif, peduli lingkungan, dan sadar akan isu-isu seperti perubahan iklim, keadilan sosial, serta kesehatan mental  .

Sensitif dan Butuh Pendekatan Emosional
Salah satu stereotip yang sering muncul adalah Gen Alpha dianggap "lebay" atau terlalu sensitif. Namun, di balik itu, mereka sebenarnya lebih sadar akan perasaan sendiri dan orang lain. Mereka butuh pendekatan yang lebih empatik, bukan sekadar instruksi atau perintah .

Sekolah dan Pendidikan
Beberapa sekolah (Gen Alpha) di Indonesia sudah mulai menerapkan pembelajaran berbasis teknologi dan proyek. Misalnya, penggunaan aplikasi edukasi berbasis game di sekolah dasar terbukti meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Ada juga sekolah yang mengintegrasikan AR/VR dalam pelajaran sains dan sejarah, sehingga siswa lebih antusias dan mudah memahami materi  .

Selain itu, pendidikan karakter yang melibatkan kolaborasi antara keluarga dan sekolah juga terbukti efektif. Anak-anak yang mendapatkan pendidikan karakter secara konsisten dari rumah dan sekolah menunjukkan perilaku yang lebih jujur, mandiri, dan bertanggung jawab .

sumber berita: kumparanhalodoctempo

13 August 2025

Uji Coba Payment ID


 

Ban
payment ID

Beberapa waktu terakhir ini istilah Payment ID semakin sering terdengar di berbagai media dan diskusi publik. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter utama di negeri ini, tengah melakukan uji coba sistem Payment ID yang digadang-gadang akan menjadi fondasi baru ekosistem pembayaran digital Indonesia. Namun, di balik inovasi ini, muncul pula berbagai pertanyaan dan kekhawatiran, mulai dari isu privasi, keamanan data, hingga potensi penyalahgunaan oleh pihak tertentu. Bahkan, Istana pun turun tangan memberikan klarifikasi agar masyarakat tidak salah paham.

Apa Itu Payment ID?
Payment ID adalah sistem identifikasi unik yang dikembangkan oleh Bank Indonesia untuk setiap individu, organisasi, atau korporasi yang berpartisipasi dalam ekosistem pembayaran digital nasional. Sederhananya, Payment ID berfungsi seperti NIK (Nomor Induk Kependudukan) khusus untuk transaksi keuangan digital. Dengan Payment ID, semua akun bank, e-wallet, kartu kredit, hingga transaksi bansos (bantuan sosial) akan terhubung ke satu identitas digital yang terverifikasi .

Fitur utama Payment ID:
  • Identitas Unik: Setiap transaksi digital akan memiliki Payment ID yang memuat data pengirim, penerima, nominal, dan tujuan transaksi.
  • Integrasi dengan Digital ID: Payment ID terhubung dengan identitas digital (NIK), sehingga memudahkan verifikasi dan pelacakan transaksi.
  • Pemantauan Real-Time: BI dan otoritas terkait dapat memantau transaksi secara real-time untuk mencegah penipuan, pencucian uang, dan penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran.
  • Dasbor Pengguna: Individu dan pelaku usaha dapat memantau seluruh transaksi mereka dalam satu dasbor terintegrasi.

Status Uji Coba Payment ID
Per Agustus 2025, Payment ID masih dalam tahap uji coba. Uji coba perdana akan dilakukan di Banyuwangi, Jawa Timur, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2025. Fokus awal uji coba adalah digitalisasi penyaluran bansos, dengan sasaran utama pegawai BI dan penerima bantuan sosial di wilayah tersebut .

Tahapan:
  • 2025: Uji coba terbatas di Banyuwangi untuk penyaluran bansos.
  • 2027: Target implementasi lebih luas dengan pendekatan BI.
  • 2029: Implementasi penuh secara nasional di seluruh ekosistem pembayaran digital.

Uji coba ini sangat penting untuk menguji keamanan, efektivitas, dan kesiapan infrastruktur sebelum Payment ID diterapkan secara massal. BI juga mengundang berbagai pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan mengidentifikasi potensi celah keamanan .

Sikap Istana
Seiring maraknya kekhawatiran publik, Istana melalui Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menegaskan bahwa Payment ID bukan alat untuk memata-matai transaksi pribadi masyarakat. Istana menolak istilah “mengintip” atau “spying” yang sempat beredar di media sosial. Menurut Prasetyo, tujuan utama Payment ID adalah untuk memantau transaksi yang mencurigakan, bukan mengawasi belanja harian masyarakat .

Prasetyo Hadi, Mensesneg:
Istilah memata-matai tidak tepat untuk Payment ID. Tujuannya adalah untuk transaksi yang mencurigakan, bukan transaksi harian masyarakat.


Bank Indonesia ( BI )
Sebagai penggagas utama, Bank Indonesia menegaskan bahwa Payment ID dirancang untuk memperkuat integrasi, transparansi, dan keamanan sistem pembayaran digital nasional. BI memastikan bahwa sistem ini:
  • Mematuhi UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP): Setiap akses data Payment ID oleh bank, fintech, atau lembaga pemerintah harus mendapat persetujuan eksplisit dari pemilik data .
  • Menggunakan Enkripsi Berlapis: Data dienkripsi secara berlapis untuk mencegah kebocoran dan penyalahgunaan.
  • Mendukung Inklusi Keuangan: Dengan Payment ID, masyarakat yang selama ini sulit mengakses kredit atau layanan keuangan akan lebih mudah diverifikasi dan dilayani.
  • Meningkatkan Efisiensi Penyaluran Bansos: Data penerima bansos akan lebih akurat, mengurangi risiko data ganda atau penerima fiktif.

Kekhawatiran Publik
Namun, tidak sedikit masyarakat yang masih khawatir soal privasi dan keamanan data. Beberapa isu yang sering muncul:
  • Risiko Kebocoran Data: Sentralisasi data keuangan dalam satu Payment ID dianggap rawan diserang hacker atau disalahgunakan oknum .
  • Belum Ada Regulasi Teknis Detail: Sampai Agustus 2025, BI dan OJK belum menerbitkan aturan teknis rinci soal implementasi Payment ID, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum .
  • Kurangnya Edukasi Publik: Banyak masyarakat belum paham sepenuhnya manfaat dan risiko Payment ID, sehingga mudah termakan hoaks atau misinformasi .
  • Pengalaman Buruk di Masa Lalu: Kasus kebocoran data kesehatan dan fintech ilegal membuat kepercayaan publik terhadap sistem digital pemerintah masih rapuh.

sumber berita: kompastempoantara