Pertumbuhan Ekonomi 8% Tahun 2025
![]() |
Pertumbuhan Ekonomi |
Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% pada 2025, angka yang optimis di tengah ketidakpastian global. Namun, rencana ini dihadapkan pada realitas baru yaitu pemangkasan anggaran belanja negara sebesar Rp306 triliun.
Konsumsi dan Investasi: Dua Pilar Utama Pertumbuhan
Konsumsi menyumbang sekitar 55% dari PDB Indonesia, sementara investasi diharapkan menciptakan lapangan kerja dan mendorong produktivitas. Sektor seperti properti, teknologi, dan UMKM disebut sebagai motor penggerak. Oleh sebab itu konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi andalan pemerintah untuk meraih pertumbuhan ekonomi. Perlu diwaspadai ketika munculnya daya beli masyarakat masih rentan. Inflasi dan harga komoditas yang fluktuatif bisa mengurangi kemampuan konsumsi. Di sisi investasi, iklim usaha perlu diperkuat melalui deregulasi dan insentif pajak. Tanpa stimulus memadai, target 8% mungkin sulit tercapai.
Pemangkasan Anggaran Rp306 Triliun
Pemotongan anggaran sebesar Rp306 triliun, menyasar belanja kementerian/lembaga dan proyek infrastruktur. Langkah ini diambil untuk mengatasi defisit anggaran yang membengkak. Namun, risiko terbesarnya adalah melambatnya proyek strategis seperti proyek IKN, pembangunan jalan, pelabuhan, atau energi terbarukan—faktor kunci penarik investasi. Pakar ekonomi memperkirakan, setiap penurunan 1% belanja infrastruktur bisa mengurangi pertumbuhan ekonomi hingga 0,3%. Artinya, jika tidak diantisipasi, pemangkasan ini berpotensi mengikis capaian pertumbuhan. Namun, pemerintah meyakini efisiensi anggaran dan prioritas pada sektor padat karya bisa mengurangi dampak negatifnya.
Harapan DPR
DPR dan DPD RI berharap pemangkasan anggaran tidak mengorbankan program prioritas. Mereka mendorong transparansi dalam realokasi dana agar tepat sasaran. Di level masyarakat, peran aktif dalam mendorong UMKM, meningkatkan literasi keuangan, dan berpartisipasi dalam program pelatihan vokasi bisa menjadi kontribusi nyata. Ekonomi Indonesia tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada produktivitas warganya.
Target 8% bukanlah angka mudah, apalagi dengan anggaran yang dipangkas. Pemerintah perlu memastikan bahwa penghematan tidak mengurangi kualitas layanan publik atau menghambat inovasi. Di saat bersamaan, stabilisasi harga dan peningkatan ekspor harus menjadi prioritas untuk menjaga daya saing. Pertumbuhan ekonomi tinggi hanya bermakna jika inklusif. Masyarakat harus merasakan manfaatnya melalui lapangan kerja, akses pendidikan, dan pemerataan pembangunan. Jika seluruh pihak bisa bersinergi, optimisme menuju 8% bukanlah mimpi semata.
Konsumsi dan Investasi: Dua Pilar Utama Pertumbuhan
Konsumsi menyumbang sekitar 55% dari PDB Indonesia, sementara investasi diharapkan menciptakan lapangan kerja dan mendorong produktivitas. Sektor seperti properti, teknologi, dan UMKM disebut sebagai motor penggerak. Oleh sebab itu konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi andalan pemerintah untuk meraih pertumbuhan ekonomi. Perlu diwaspadai ketika munculnya daya beli masyarakat masih rentan. Inflasi dan harga komoditas yang fluktuatif bisa mengurangi kemampuan konsumsi. Di sisi investasi, iklim usaha perlu diperkuat melalui deregulasi dan insentif pajak. Tanpa stimulus memadai, target 8% mungkin sulit tercapai.
Pemangkasan Anggaran Rp306 Triliun
Pemotongan anggaran sebesar Rp306 triliun, menyasar belanja kementerian/lembaga dan proyek infrastruktur. Langkah ini diambil untuk mengatasi defisit anggaran yang membengkak. Namun, risiko terbesarnya adalah melambatnya proyek strategis seperti proyek IKN, pembangunan jalan, pelabuhan, atau energi terbarukan—faktor kunci penarik investasi. Pakar ekonomi memperkirakan, setiap penurunan 1% belanja infrastruktur bisa mengurangi pertumbuhan ekonomi hingga 0,3%. Artinya, jika tidak diantisipasi, pemangkasan ini berpotensi mengikis capaian pertumbuhan. Namun, pemerintah meyakini efisiensi anggaran dan prioritas pada sektor padat karya bisa mengurangi dampak negatifnya.
Harapan DPR
DPR dan DPD RI berharap pemangkasan anggaran tidak mengorbankan program prioritas. Mereka mendorong transparansi dalam realokasi dana agar tepat sasaran. Di level masyarakat, peran aktif dalam mendorong UMKM, meningkatkan literasi keuangan, dan berpartisipasi dalam program pelatihan vokasi bisa menjadi kontribusi nyata. Ekonomi Indonesia tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada produktivitas warganya.
Target 8% bukanlah angka mudah, apalagi dengan anggaran yang dipangkas. Pemerintah perlu memastikan bahwa penghematan tidak mengurangi kualitas layanan publik atau menghambat inovasi. Di saat bersamaan, stabilisasi harga dan peningkatan ekspor harus menjadi prioritas untuk menjaga daya saing. Pertumbuhan ekonomi tinggi hanya bermakna jika inklusif. Masyarakat harus merasakan manfaatnya melalui lapangan kerja, akses pendidikan, dan pemerataan pembangunan. Jika seluruh pihak bisa bersinergi, optimisme menuju 8% bukanlah mimpi semata.
sumber data: cnnindonesia, wartaekonomi, suarapemred
0 comments :
Post a Comment